Sepucuk Surat Dan Air Mata Dari Seorang Pemuda GAZA Untuk Dunia

- Pada artikel kali ini saya akan memberi informasi wacana bagaimana seorang cowok dari Gaza yang berjulukan Muhammad Alsaafin menempuh jalan kehidupan ditengah kebiadapan israel menghadang warga Palestina dalam mencapai hak asasi dan hak berkehidupan layak sebagaimana insan di pecahan bumi lainnya.


Dari Muhammad Alsaafin
Seorang Pemuda Yang Besar dan Hidup Di Camp Pengungsian Palestina



Saya akan menulis dan menceritakan kepada anda apakah sebagai teman, kolega, anggota media, aktivis, ataupun orang yang belum pernah bertemu dan mengenal saya. Orang lain telah mendengar bab dari kisah hidup saya yang saya ceritakan. Namun, saya percaya bahwa anda sekalian harus membaca apa yang saya ceritakan alasannya yaitu dongeng ini yaitu hal yang harus saya beritahu.

Saya yaitu seorang pengungsi palestina yang berasal dari desa Fallujah yang terletak diantara Gaza, Hebron dan Asqalan. Saya tidak pernah diizinkan untuk mengunjungi desa saya Fallujah. kakek nenek saya diasingkan dari sana semenjak dari tahun 1949 (setahun setelah berdirinya Israel) yang mengambil daerah dan berlindung di Gaza. Ayah saya dan saya sama - sama lahir di pengungsian Khan Younis Kamp yang didirikan beberapa tahun sebelum Gaza diduduki oleh Israel. Ayah saya menikah dengan wanita Barat, mereka bertemu dan mulai jatuh cinta pada dikala mereka berdua berguru di Universitas Birzeit, dan ketika gue telah berusia dua tahun, kami bermigrasi ke Inggris dimana ia telah mendapatkan gelar Phd nya. 14 Tahun kemudian pada tahun 2004 kita semua kembali ke Ramallah untuk kembali menetap di Palestina. Sekarang, orang bau tanah saya bertekad bahwa saya dan tiga bersaudara lainnya akan menempa korelasi yang lebih berpengaruh ke tanah air daripada tinggal di luar negeri. Pada awalnya transisi dibuat lebih mudah dengan fakta bahwa paspor abnormal kami diberi kebebasan untuk bergerak dari pada warga palestina lainnya yang ditolak di Tepi Barat dan Gaza. Namun semua itu hancur setelahnya ketika pada tahun 2005 saya mencoba menyeberangi sungai Yordan di Tepi Barat untuk mengunjungi bibi saya yang tinggal di Amman. Para biro penjaga di perbatasan Israel mengatakan kepada saya bahwa saya tidak bisa melewati perbatasan ini, alasannya yaitu meraka bilang saya telah mempunyai ID Gaza yang ditentang Israel. Berdasarkan aturan militer mereka yang memperlihatkan bahwa saya tidak bisa melewati secara legal Perbatasan di Tepi Barat alasannya yaitu Israel telah meng-ultimatum "Bahwa warga Palestina dari Gaza tidak bisa masuk ke Tepi Barat, dan warga dari Tepi Barat tidak boleh masuk ke Gaza. Peraturan ini telah diberlakukan semenjak tahun 1990-an tetapi gres diterapkan setelah meningkatnya keparahan setelah pecahnya intifada kedua.

Tentara Israel Menghadang warga palestina di perbatasan



Aku empat tahun berada di dalam ketakutan setelah dilakukannya penangkapan oleh tentara Israel, alasannya yaitu itu akan menimbulkan deportasi hampir pasti untuk Gaza, dan isolasi dari keluarga saya. Empat tahun bagi mereka saya tidak pernah meninggalkan batas - batas Ramallah, sehingga untuk menghindari pos pemeriksaan Israel di setiap salah satu pintu masuk kota dan hal ini tidak pernah membuat saya dalam rasa aman alasannya yaitu bolak balik terus menerus untuk Universitas Birzeit pada rute yang sering dijaga oleh pasukan Israel dari permukiman terdekat di Bet El pada bulan bulan juni tahun ini, setelah banyak perlindungan dari otoritas pemerintahan Palestina, saya meminta LSM Gisha Israel untuk membantu saya mendapatkan izin dari mereka untuk meninggalkan Tepi Barat. Saya ingin mengambil bab dalam magang di Amerika Serikat, tapi saya hanya akan diberikanizin untuk keluar dari kondisi saya telah kembali ke Jalur Gaza yang telah dikepung dengan banyaknya penutupan, dan saya terpaksa harus mendapatkan pilihan masuk penjara di Ramallah, gue ingin melihat dunia luar dan kembali mencari pekerjaan di luar negeri. Selama periode ini seluruh keluarga saya selamat dalam melaksanakan perjalanan di perbatasan ibarat yang selalu saya lakukan.

Sebagai wartawan asing, ayah saya sering berpergian antara Tepi Barat, Gaza dan di dalam Green Line, dan ibu saya berserta saudaranya akan bersama dengan ayah saya pada dikala melaksanakan perjalanan ke Yerusalem, Umm Al- Fahem, Acca, dan Haifa. Tetapi semua itu berubah dikala di bulan Agustus ketika ia memasuki Gaza melalui perlintasan Erez ibarat yang telah ia lakukan sebelumnya. Pada hari itu ia dihadang oleh tentara Israel, kemudian ditangkap dan kredensial persnya dicabut. Mereka bilang paspor Inggrisnya sudah tidak berharga, alasannya yaitu mereka telah menemukan hal yang menakutkan. Ayah saya lahir dan dibesarkan di kamp pengungsian di Gaza, dan ia telah memiliki Id Gaza. Mereka memberitahukan kepadanya supaya ia tidak lagi dianggap sebagai orang asing, tetapi kembali anggap sebagai warga Gaza. Ia kembali dikirim ke Gaza dan mengatakan ia tidak pernah bisa kembali melintas green line atau masuk ke Tepi Barat lagi. Ibu dan saudara kembali lagi ke ramallah setelah diberitahu bahwa paspor Inggris itu tidak berlaku lagi dan id gaza akan dicabut oleh militer Israel. Meskipun dibesarkan di Tepi Barat dan masih memiliki salinan Id tua, ibu saya telah dikeluarkan dari Id Gaza oleh Israel. Ini telah membuatnya kebingungan ibarat yang gue alami 4 tahun sebelumnya. Dia tidak bisa meninggalkan Ramallah alasannya yaitu takut akan penangkapan dan deportasi ke Gaza, jauh dari anak - anaknya, adiknya, dan anak - anak muda kakaknya yang gres saja meninggal.

Situasi ini diperparah dengan timbul duduk perkara lainnya, saudara - saudaraku semua lahir di inggris, dan orang bau tanah dan kakak yang telah dikeluarkan dari Id Gaza ini, diterbitkan Id Ke Tepi Barat. Ayah saya menghabiskan beberapa bulan terkahir berusaha untuk mendapatkan izin kembali ke Tepi Barat untuk melihat dan bertemu istri dan anak - anaknya bahkan dalam satu hari hanya untuk mengambil pakaiannya. Tetapi perintah yang di berlakukan LSM Israel atau Konsulat Inggris menyatakan bahwa mereka tetap bersikeras untuk tidak megizinkan ia keluar dari Gaza, kecuali dideportasikan dari bandara Ben Gurion. Akhirnya, untuk menyelamatkan pekerjaannya, ia meninggalkan Gaza ketika Mesir sudah mulai membuka jalur perbatasan Raffah pada awal Desember. Sekarang, ayah saya berada di sebuah negara dan saya di daerah lain, sementara ibuku masih terperangkap di Tepi Barat, tidak dapat melaksanakan perjalanan alasannya yaitu takut tidak di izinkan untuk kembali. Untungnya saudara - saudara saya yang lainnya bisa untuk menyeberang ke Yordania, dimana kita dapat bertemu satu sama lain, tetapi keluarga kami telah hancur dan Terpisahkan berdasarkan hukum kependudukan yang dibuat sewenang - wenang dan semena - mena. Namun kami mulai menemukan jalan diantara celah diantara Pemerintah Israel dan Konsulat Inggris. Kami bahkan telah mengirimkan surat kepada Tony blair, wakil dari quartet, memohon supaya ia membantu untuk mengakui kami ialah termasuk dari warga inggris dan mempunyai paspor. Namun, ibarat yang telah terduga sebelumnya ia mengabaikan kami. Tetapi kami telah mempunyai salinan untuk Email ini. Saya percaya dongeng ini perlu diberitahukan kepada kalian bukan alasannya yaitu situasi yang kita alami cukup unik, justru alasannya yaitu tidaknya, ini yaitu bentuk dari kebijakan Israel yang disengaja, sesuatu yang telah ada semenjak hari - hari awal Nakba dan telah berkembang semenjak itu. Ini yaitu kebijakan yang merampas jutaan rakyat Palestina, dan pemisahan puluhan ribu keluarga. Pemisahan paksa yang dikenakan antara Tepi Barat dan Gaza ialah pelanggaran Ilegal berdasarkan hukum Internasional, dan melalui cara tersebut Israel berhasil memisahkan rakyat Palestina pada suatu waktu.

Saya berharap bahwa dari anda yang membaca kisah faktual yang saya sampaikan, untuk dapat membuatkan dongeng ini melalui platform yang anda miliki, apakah itu bersama sahabat ataupun kenalan anda sendiri, di blog atau mungkin dengan membawa ke media. Ibu saya takut kalau gosip ini tidak tersampaikan dan tidak diperdulikan oleh publik. Dia akan menderita nasib yang sama ibarat Berlanty Azzam, senior Universitas Bethlehem yang ditangkap tentara Israel tanpa aib - aib menyatakan bahwa suatu dikala warga Gaza tidak dapat berguru lagi di Universitas di Tepi Barat. Resiko itu nyata, namun kami tidak punya pilihan lain.

Previous
Next Post »